GUS Baha memang punya retorika yang maknyus.  Ia menerangkan hal-hal sederhana dan kontekstual  tapi menggetarkan.  Saya merasa ditampar berkali-kali.

Ada seorang wali.  Ibadahnya biasa saja.  Tidak tahajud ribuan kali tiap malam.  Tidak puasa setiap senin-kamis.  Tidak haji berkali-kali.  Tidak juga zakat dan sedekah setiap waktu.

Sang Wali melakukan ibadah sederhana sekali.  Ia berada di masjid 10 menit sebelum waktu sholat datang. Lalu ia sholat berjamaah.

Gus Baha fokus pada konsistensi Sang Wali yang hadir 10 menit sebelum sholat berjamaah dilakukan.  Sang Wali sudah tahu jadwal sholat dan ia bersiap menunggunya.

Semua orang juga tahu jadwal sholat shubuh,  dhuhur, ashar,  maghrib dan isya. Sudah tersebar di banyak kalender. Tetapi tak banyak dari kita yang  konsisten dengan amalan itu.

Begini kisahnya.  Pekan lalu,  saya mengikuti agenda kunjungan seorang menteri.  Rundown acaranya tertulis lengkap.  Kegiatannya apa dan jam berapa.  Di sana jug tertera menit ke berapa.  Semua dirancang detail. Di kolom keterangan juga tertulis siapa penanggung jawab kegiatan dan siapa saja yang mendampingi Pak Menteri.

Jam 09.00 Pak Menteri tiba.  Saya mesti standby di lokasi jam 08.00. Saya berangkat dari rumah jam 07.00. Tarik mundur lagi ya.   Saya mesti mandi jam 06.00 lalu ganti baju dan sarapan jam 06.30. Kendaraan menderum “bruumm.. “ jam 07.00.

Untuk bertemu Pak Menteri,  saya harus menyiapkan waktu dua jam persiapan dan satu jam menunggu.

Saya jadi tertawa getir mendengarkan Gus Baha.  Sang Wali yanh diceritakannya hanya 10 menit di masjid sebelum waktu sholat dilaksanakan.  Anggaplah perjalanan ke masjid 10 menit.  Mandi, ganti baju dan cemilan 10 menit.  Cukup 30 menit saja konsisten waktu yang dibutuhkan.

Bandingkan dengan waktu yang saya butuhkan: 3 jam.  Mestinya saya lebih “wali” daripada Sang Wali.  Anehnya kok saya nggak bisa jadi wali ya.  Saya klencam klencem mendengarkan ceramah Gus Baha ini.  Getir sekali rasanya.  Sambil meratapi diri,  saya terus tertawa ter-Baha-Baha.

Saya makin merasa ditaboki setelah saya ingat ketika bepergian.  Untuk naik pesawat saja, setiap maskapai mewajibkan para penumpang bersiap diri satu jam sebelum keberangkatan.  Naik kereta pun demikian.

Naik angkutan umum,  Jak Lingko pun kita harus bersiap menunggu.  Begitu pula naik KRL Commuter dan TransJakarta.

Lha, ini mau menjalankan sholat lima waktu, saya kok sulit sekali menunggu 10 menit saja sebelum sholat jamaah dimulai.  Ya,  ini saya.  Anda,  ah….mungkin Anda sama saja dengan saya hehe…!!  (hb arifin)