JAKARTA | ripost.id – Setelah dikaji lebih jauh, isu Buku Panduan Program Sastra Masuk Kurikulum untuk mendukung  Kurikulum Merdeka Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek ternyata juga berisi kekerasan seksua, pedofilia, dan LGBT. Buku-buku sastra picisan  ini tetap diloloskan oleh Kemdikbud Ristek sebagai bacaan sastra untuk guru dan anak-anak di seluruh sekolah di Indonesia. Buku panduan ini dinilai mempromosikan pornografi, kecabulan, pedofilia  dan LGBT. Program itu diminta dihentikan segera dan direvisi secara menyeluruh

Wakil Ketua Perkumpulan Nusantara Utama Cita (NU Circle) Ahmad Rizali memberikan contoh novel  berjudul  Puya ke Puya karya Faisal Oddang yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama tahun 2021.

Di halaman 208, terdapat narasi kekerasan seksual yang berbunyi “Saya merogoh selangkangannya, Memasukkan gagang parang berkali-kali, sebelum saya setubuhi. Malena hanya mampu menangis.”

Di halaman 45, terdapat adegan pedofilia yaitu kekerasan seksual terhadap anak-anak. Narasi teksnya  berbunyi “Lelaki, bos ayahnya, membunuhnya dengan tidak sengaja……Bos ayah Bumi memasukkan kemaluannya ke pantat  Bumi. Akhirnya dia meninggal.”

Di halaman 76 dan 79, terdapat adegan  LGBT.  berbunyi,” Mister itu menyukai laki-laki, anak laki. Mr Berth kadang-kadang juga suka sama lelaki dewasa, kalau tidak ada anak kecil seperti Bumi waktu itu.”  Di halaman 79  terdapat teks yang mempromosikan LGBT yang berbunyi “ Mr. Berth, bos ayah Bumi, mister itu yang aku lihat….tempat kencing Mister itu masuk ke pantat ayah Bumi. Mereka lama-lama seperti capek….kemudian ayah Bumi dicium mister itu.”

Ahmad Rizali menegaskan contoh-contoh karya sastra dalam Buku Panduan Sastra Masuk Kurikulum menjadi bukti tragedi intelektual. Sebab, seharusnya para kurator Kemdikbud  itu bertugas menyeleksi buku sastra yang memiliki nilai sastra tinggi dan memenuhi norma-norma dalam masyarakat dan menyingkirkan buku-buku yang berisi konten penuh adegan pornografi, kecabulan dan apalagi pedofilia serta LGBT.

“Ada nirnalar yang dilakukan Kemdikbud Ristek  yaitu membuat panduan buku sastra masuk kurikulum yang ternyata banyak berisi buku yang mengandung konten kekerasan seksual brutal bahkan pedofilia dan  LGTB. Seharusnya semua konten sastra yang berisi kekerasan seksual, persenggamaan, dan pornografi itu  dicoret. Dengan memasukkan karya pornografi itu dalam buku panduan, Kemdikbud sama halnya dengam sengaja dan resmi mempromosikan pornografi ini ke sekolah-sekolah di Indonesia,” kata Ahmad Rizali di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

NUCircle meminta koreksi secara total buku panduan tersebut. Sebab jika diteruskan buku itu  akan menjadi referensi pihak sekolah untuk melakukan pengadaan buku-buku  cabul  tersebut  di pasaran. “Program itu harus dihentikan. Para kurator Kemdikbud Ristek  itu harus mampu bertugas memilah mana buku sastra yang baik untuk anak-anak di sekolah dan mana yang tidak baik. Itulah salah satu fungsi kurator,” katanya. rps