AKARTA | ripost.id—Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, menghadapi karakteristik COVID-19 varian Omicron yang berbeda dengan delta, pemerintah tetap konsisten, namun strategi dan manajemen penanganan pandemi di lapangan perlu dinamis menyesuaikan permasalahan dan tantangan yang ada.
Dalam hal itu, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), juga perlu dilakukan penyesuaian.
“Tadinya fokus pada menekan laju penularan menjadi fokus pada menekan rawat inap rumah sakit (RS) dan tingkat kematian. Untuk itu, strategi level PPKM juga perlu diubah,” ujar Luhut dalam sesi teleconference, Senin (31/1).
Luhut menyampaikan, arah kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19 hingga hari ini tetap dipegang secara konsisten, namun, strategi dan manajemen lapangan harus dinamis menyesuaikan permasalahan serta tantangan yang ada.
“Mungkin hal itu sering dibaca sebagai sesuatu yang sering berubah-ubah. Justru itulah yang harus sama-sama kita lakukan untuk menemukan kombinasi terbaik antara kepentingan kesehatan dengan kepentingan perekonomian bagi masyarakat,” ungkap Luhut.
Luhut mengatakan, dalam rapat terbatas (ratas) hari ini Presiden mengingatkan kami semua para pembantunya agar terus menerapkan prinsip kehati-hatian akibat melonjaknya kenaikan kasus ini.
Untuk itu, pemerintah hari ini terus memonitor jumlah pergerakan kasus konfirmasi secara harian. Selain itu pemerintah juga melihat beragam aspek seperti angka keterisian rumah sakit, hingga jumlah vaksinasi di daerah.
Hal itu dimaksudkan agar langkah cepat dan terukur yang selalu diminta oleh Presiden, dapat benar-benar dilakukan dengan baik. Bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan kondisi yang semakin memburuk.
“Segala langkah yang disiapkan tentunya penuh dengan perhitungan berdasarkan data-data lapangan dan masukan dari berbagai ahli di bidangnya,” tutur Menko Marves.
Menurut Luhut, dari data yang dihimpun dari berbagai sumber menjelaskan bahwa sebenarnya tingkat rawat inap Omicron di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Israel sepertiga kali lebih rendah dari Delta.
Namun, jumlah rawat inap di negara tersebut jauh lebih tinggi dikarenakan jumlah kasus di negara tersebut meningkat hingga lebih dari tiga kali dibandingkan Delta.
Dari data tersebut, jelas Luhut, kami mencoba untuk menganalisa bahwa jumlah rawat inap rumah sakit di Indonesia dapat lebih tinggi dari delta apabila kasus harian meningkat lebih dari tiga kali lipatnya atau setara 150 ribu kasus per hari.
“Hingga saat ini masih memperkirakan angka tersebut kecil kemungkinan terjadi. Meski demikian tetap waspada,” ujar Luhut.
Luhut menambahkan, hingga hari ini kasus konfirmasi per 30 Januari 2022 masih berada di angka seperlima dari dari puncak delta pada Juli 2021 lalu, selain itu, jumlah rawat inap rumah sakit di Indonesia saat ini masih cukup aman yakni seper-sepuluh dari puncak Delta.
“Estimasi itu dilakukan sebagai langkah mitigasi apabila terjadi keganasan dari Omicron itu, dengan menyiapkan fasilitas kesehatan yang ada,” tambah Luhut.
Luhut menyampaikan, kasus COVID-19 di Jawa Bali terus meningkat namun terdapat penurunan pertumbuhan kasus harian dalam tujuh hari terakhir. Meski dari pengamatan pihaknya akan terus memantau perkembangannya dalam satu minggu ke depan.
Saat ini kasus konfirmasi masih didominasi oleh Provinsi DKI Jakarta. Namun, dalam beberapa hari terakhir kasus konfirmasi juga mulai terdeteksi dan naik signifikan di provinsi lain di Jawa Bali.
Saat ini juga, positivity rate sudah berada di atas standar WHO yakni 5 persen, hal tersebut didorong oleh positivity rate PCR test yang telah mencapai 24 persen. Jumlah orang yang diperiksa dan di test secara harian juga meningkat cukup signifikan dibanding beberapa waktu lalu.
Untuk itu, lanjut Luhut, pemerintah terus mengimbau kepada masyarakat agar tidak perlu takut untuk segera melakukan pemeriksaan test antigen maupun PCR apabila merasakan gejala flu dan batuk. Hal itu dilakukan semata-mata untuk dapat segera mengetahui kondisi pasien, melakukan perawatan dan memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Selain itu, kasus kematian harian di Jawa Bali juga meningkat yang didorong oleh Provinsi DKI Jakarta, sementara wilayah lain di Jawa Bali masih dalam keadaan yang cukup rendah. Berdasarkan data, dari 27 pasien yang mengalami gejala berat atau sedang, 59 persen di antaranya memiliki komorbid, 30 persen lansia dan 63 persen belum di vaksinasi lengkap.
Sementara sebagian besar kematian, disebabkan oleh penyakit bawaan atau komorbid, lansia dan juga orang yang belum di vaksinasi lengkap.
Untuk itu, pemerintah terus meminta kepada masyarakat yang belum melengkapi vaksinasi agar segera melengkapinya dan yang sudah mendapatkan tiket vaksin lanjutan (booster) juga segera mendatangi gerai-gerai vaksin yang telah di siapkan pemerintah. (ahm)