JAKARTA | ripost.id | Pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) harus melewati jalan panjang. Setelah draft RUU versi pertama bocor pada awal tahun 2022 dan menuai pro kontra, hingga kini progresnya belum diketahui publik.

Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengungkapkan bahwa pembahasan RUU Sisdiknas sebenarnya terus berlangsung di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek). Dirinya mengetahui informasi tersebut dari sejumlah rekan di organisasi pendidikan lain yang diundang untuk ikut membahas RUU tersebut.

“Kami melihat proses RUU ini masih belum melibatkan banyak pihak ya, misalnya dalam hal ini organisasi guru. Nah kami mendapatkan informasi bahwa proses uji publik RUU ini tidak melibatkan semua stakeholder pendidikan khususnya organisasi guru,” ujarnya kepada Media Indonesia, Selasa (23/8).

Meski melibatkan publik dalam hal ini organisasi pendidikan, menurutnya masih sangat minim. Hanya beberapa organisasi saja yang diundang untuk ikut membahas. Padahal masalah pendidikan sangat urgen dan jumlah organisasi pendidikan di Indonesia pun sangat banyak. Bahkan setiap mata pelajaran memiliki organisasinya masing-masing.

Satriwan menegaskan bahwa RUU Sisdiknas yang digadang-gadang menjadi omnibus law mini ini akan berdampak kepada banyak pihak. Bagi guru dan tenaga kependidikan, hadirnya RUU ini juga agak meleburkan UU Guru dan Dosen yang ada. Artinya, sebagai guru dan tenaga kependidikan, RUU ini akan menentukan masa depan pendidikan Indonesia dan khususnya nasib para guru.

Dengan hanya melibatkan sedikit organisasi, Satriwan menilai Kemendikbud-Ristek sangat diskriminasi. “Dalam hal ini Ditjen GTK pilih kasih dalam melibatkan uji publik organisasi guru. Harus diketahui organisasi guru itu sangat banyak di Indonesia bahkan sampai ke organisasi guru yang sifatnya per mapel. Mestinya semua terlibat,” tegasnya.

Selain itu, Satriwan juga menyoroti akses untuk mendapatkan draft RUU Sisdiknas. Hingga kini pihaknya masih sulit mengakses draft tersebut. Padahal dalam pembahasan RUU keterbukaan, transparansi serta prinsip-prinsip demokrasi merupakan sebuah keharusan.

“Kritik ini juga pernah kami lakukan mengenai tertutupnya akses publik untuk membaca mengetahui draft RUU tapi sampai sekarang belum ada perbaikan. Ini saya rasa Kemendibud melanggar prinsip-prinsip demokrasi partisipasi publik. Kami khawatir RUU ini akan melahirkan sebuah UU yang tidak partisipatif tidak demokratis sekaligus sangat eksklusif,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa kritikan terkait masalah pelibatan publik dan keterbukaan akses sudah didengungkan sejak lama. Semua stakeholder pendidikan mengharapkan Kemendikbud-Ristek lebih terbuka dalam upaya memperbaiki sistem pendidikan di Tanah Air. Sebab, hal itu sangat penting bagi masa depan pendidikan, masa depan generasi bangsa.

Atas indikator tersebut, Satriwan menilai Kemendikbud-Ristek masih amatir dalam mengelola atau membuat regulasi. Sepanjang pelibatan publik dan keterbukaan akses masih minim, kata dia, sebaiknya RUU tersebut ditunda.

Pihaknya juga meminta DPR RI tidak buru-buru menerima dan membahas RUU tersebut. Dari kedua indikator tersebut, RUU Sisdiknas disebutnya tidak layak masuk Prolegnas.

“Kami pikir ini sangat tepat untuk dibatalkan saja, tidak usah dilanjutkan kalau modelnya atau cara-cara Kemendikbud-Ristek mengelola RUU ini masih amatiran seperti ini,” tandasnya. rps