KERIUHAN tiba-tiba meledak di Rumah Pergerakan Cinere. Tiga bocah yang baru beranjak remaja saling berebut masuk. Tawa mereka begitu renyah. Begitu ceria.

Rapat saya hentikan. Saya tengok ke belakang. Ada tiga cewek berlarian di dalam rumah. Ingin cepat sampai sofa dan merebahkan badannya.

Saya baru tahu. Mereka adalah Silva, Maura, Afra. Ketiganya baru saja pulang dari Kebayoran Lama. Mereka sedang belajar kerajinan tangan dari bahan kertas bekas.

“Silva keren banget. Cepat sekali  selesainya,” Maura tiba-tiba menceritakan apa yang dialaminya.

“Iya, saya aja baru melinting kertasnya eh Silva udah selesai,” timpa suara Afra.

Silva hanya bisa tersenyum sambil memperhatikan dua temannya yang masih tertawa cekikikan.  Mereka riang gembira mengikuti pelajaran di “sekolah.”

Tiga cewek ABG ini tercatat sebagai siswa Sevinus (Sekolah   Virtual Nusantara). Sekolah virtual yang dihelat  NU Circle bersama Yayasan Budaya Cerdas. Sekolah setiap hari  dan bergembira setiap waktu.

Sevinus bermarkas di SD Kupu Kupu Kemang Jakarta Selatan. Setiap hari  pelajaran sekolah diampu secara virtual oleh guru-guru hebat dari Garuda Cendekia.  Mereka belajar materi pelajaran di kelas online. Selebihnya mereka belajar dari banyak komunitas.

Bu Andri, guru Sevinus, yang paling rajin menkoneksikan ke berbagai komunitas. Jika Covid sudah mereda, Afra dkk mungkin sudah terbang ke Singapura. Di sana, sudah ada temannya yang siap mendidik tiga bocah ini.

Fathi, guru Sevinus, mengampu pelajaran IPA. Hari ini mereka berencana pergi ke Yogya. “Nanti jam 1 ke Yogya. Belajar IPA dan mengunjungi beberapa museum,” kata Silva.

Silva ini lebih pendiam dari dua temannya. Secara kognitif, Silva masih tertinggal. Tapi kompetensi psikomotoriknya luar biasa. Maura lebih banyak bicara. Ia dikenal cepat memahami materi pelajaran.

Afra lebih unik lagi. Ia sudah berkali-kali menjadi asisten trainer di sejumlah kota. Ia mendampingi ibunya melatih guru-guru SD belajar matematika bernalar kontekstual. Afra juga sangat mahir menulis. Gaya tulisannya bisa disandingkan dengan mahasiswa. Organisasi kalimatnya sudah kompleks.

Inisiatif mendirikan Sevinus adalah mengirimkan “guru” terbaik dari berbagai kota bahkan luar negeri kepada anak-anak Indonesia.

Kini Sevinus sdg bersinergi ke sejumlah pesantren muadalah. Pesantren yang fokus mengajarkan pendidikan agama. Sevinus mengajarkan pendidikan matematika, kewargnegaraan, bahasa dan sains.

Kelak, Sevinus ingin masuk ke perkebunan sawit.   Anak-anak di perkebunan kelapa  sawit di Malaysia kini  terjebak tak bisa mendapatkan pendidikan. Semoga. (Heru B. Arifin)