JAKARTA | ripost.id—Salah satu tujuan sekolah menengan kejuruan (SMK) adalah menghasilkan lulusan yang berkompeten dan bisa langsung unjuk kerja di dunia usaha dan industri (DUDI).

Karena itu, pembelajaran di SMK harus dikemas sedemikian rupa sehingga apa yang dipelajari siswa harus relate dengan kebutuhan dan tuntutan dunia kerja.

Di antara model pembelajaran yang bisa digunakan untuk mewujudkan profil lulusan SMK yaitu Teaching Factory (TeFa).

TeFa merupakan model pembelajaran yang berbasis produksi baik barang atau jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Model pembelajaran ini belum diterapkan secara maksimal, terutama di daerah-daerah.

Karena alasan itulah, dosen Unesa yang terdiri dari Prof. Dr. Ekohariadi, M.Pd, Prof. Dr. Munoto, M.Pd, Prof. Dr. Ismet Basuki, M.Pd, Dr. I.G.P. Asto Buditjahjanto. S.T.,M.T, Dra. Ratna Suhartini, M.Si dan Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd, mengadakan pelatihan Pengembangan TeFa Berbasis Kearifan Lokal untuk Guru dan Kepala Sekolah se-Kabupaten Nganjuk.

Pelatihan tersebut diadakan pada Oktober 2021 lalu yang diikuti 20 SMK se-Nganjuk. Pelatihan dikemas secara daring dan luring.

Pelatihan tersebut penting diadakan, sebab sekitar 51 SMK yang terdiri 8 SMKN dan 43 SMKS yang terdapat di Kabupaten Nganjuk, kurang dari 50 persen yang sudah menerapkan TeFa. Bahkan, SMK yang sudah menerapkan model ini pun memiliki berbagai pandangan dan pemahaman yang berbeda tentang TeFa.

Sebagian SMK memahami bahwa model pembelajaran TeFa merupakan unit industri. Dia menjelaskan, TeFa berbeda dengan unit industri.

TeFa menjadi model pembelajaran siswa, yang mana nilai pembelajaran mereka diambil dari kegiatan dan tugas selama berada dalam praktik industri tersebut.

Fokusnya, bagaimana mereka menghasilkan produk, hasil dari produknya sesuai standar industri dan pemintaan pasar.

“Harapan kami, dengan pelatihan ini bisa memaksimalkan penerapan TeFa di SMK di terutama di Nganjuk sehingga nantinya bisa menghasilkan lulusan yang benar-benar siap menghadapi siklus dan tuntutan industri,” harapnya.

Dia memaparkan, TeFa mulai diterapkan di seluruh SMK dan itu merupakan ketetapan Ditjen Pendidikan Vokasi. Model pembelajaran ini sudah hadir sejak 2016. Namun, untuk model pembelajaran tersebut belum diterapkan di semua SMK.

Itu disebabkan, karena program tersebut harus diajukan SMK terlebih dahulu kepada ditjen. Sekolah yang lolos mendapatkan pendanaan untuk TeFa tersebut atas pengajuan yang diterima pusat.

Berbeda dengan sebelumnya, semua SMK kini dituntut untuk menggunakan TeFA, baik yang mendapatkan bantuan maupun tidak. Lewat pembelajaran tersebut sekolah dapat menghasilkan produk-produk standar industri dan pasar.

“Ini bukan sekadar model pembalajaran. Sekolah perlu membuat laboratorium mini standar industri, sehingga apa yang dipelajari dan dipraktek para siswa benar-benar sesuai kondisi industri. Kalau mereka lulus dan masuk dunia industri hanya perlu adaptasi dan langsung unjuk skill,” terangnya.

Dalam penerapannya, sejumlah SMK mengalami beberapa kendala yang disebabkan karena kurangnya pemahaman guru dan kepala sekolah. Selain itu, karena tidak adanya laboratorium hingga pada kurang maksimalnya tahap produksi dan pemasaran produk yang dihasilkan.

Perempuan kelahiran Sumenep, 31 Desember 1967 melanjutkan, lab industry di sekolah harus mengadaptasi secara utuh, kebutuhan dan kondisi pekerjaan dalam industry yang sebenarnya.

Mulai dari manajement hingga posisi-posisi pekerjaan yang dapat mengembangkan skill para siswa. Bagian yang penting diperhatikan juga yaitu penempatan siswa sesuai level kompetensinya masing-masing.

Selain soal produksi, siswa juga akan mendapatkan pemahaman dan keterampilan manajemen produksi hingga marketing. Sebelum dilempar ke pasar, produk yang dihasilkan harus ditentukan segmentasi pasarnya; menyasar kalangan apa dan dipasarkan di mana.

“Yang perlu dipahami juga, arahnya bukan hanya mendidik siswa menjadi tukang, tetapi lebih jauh juga siap menjadi pengusaha atau entrepreneur,” tandasnya. (rps)