SAYA perlu mengisahkan peristiwa pagi ini. Sebuah kesibukan kecil di Jakarta: Ya, Jakarta pagi ini, Senin, 3 Januari 2022.

Ini tentang anak sekolah dan pandemi Corona. Pagi-pagi Rizki sudah bangun. Ia bergegas mandi dan gosok gigi. Ibunya lebih pagi lagi. Ia sudah siap sejak bedug subuh ditabuh. Adam, si bungsu yang kelas 3 SMA, pun demikian. Semua bersiap masuk sekolah. Pagi ini. Ya, pagi ini.  Jangan terkejut meski di tengah peringatan varian baru Omicron,

Jakarta seperti telah kembali normal. Anak-anak bangun pagi pagi dan semengat pergi ke sekolah. Tidak malas-malasan lagi bertemu dengan air. Cerita dua  tahun Corona seolah terhapus oleh kesibukan kecil di Ibu Kota Indonesia ini.

Tugas saya sangat presius: sebagai tukang ojek VIP. Ini sebuah kemewahan. Juga kebahagiaan. Saya mengantar Rizki ke sekolah. Juga mengantar ibunya ke sekolah lainnya.

Dengan sigap, Rizki menyantap sarapan: nasi goreng plus telor ceplok. Seolah berkejaran dengan waktu, ia lahap sepiring nasgor. “Rizki mau jadi yang pertama di sekolah,” ujarnya sambil mengunyah sisa makanan.

Tas dicangklong. Kaos kaki dipakai. “Yah, tolong pakein sepatunya.” Sepatu Rizki mulai sempit. Sudah lama sepatu itu menganggur. Tidak pernah diajak main bola atau sekedar berlarian bersama teman-temannya.

Semua sudah siap. Giliran motor merk kebanggaan Valentino Rossi, Yamaha, kunyalakan. “Drummmm……”

Rizki bergegas naik di bagian depan. Ibunya di belakang. Motor oleng ke kiri dan kanan. “ Ini penumpangnya terlalu berat. Motor tidak kuat nanjak.” Seperti biasa. Begitulah joke yang selalu saya mainkan ketika melewati masjid At Taqwa, persis menuju tanjakan.

Hanya lima menit saja sudah sampai di sekolah Rizki. Mesin motor belum sempat saya matikan Rizki sudah ingin melompat. Ia genggam tangan saya dan menciumnya. “Assalamualaikum.” Lalu ibunya. “Assalamualaikum,” ucapnya.

Seketika ia berlari menuju gerbang sekolah diiringi teriakan sang ibu. “Riski…Rizki …..jangan lari.”

Saya tertawa terkekeh. “ Lari itu menunjukkan semangat. Jangan dicegah. Jangan takut dia jatuh. Kalau pun jatuh nanti dia bisa bangun sendiri.”

Saya melajukan Yamaha biru dengan cepat. Sebagai pimpinan sekolah, sang ibu mesti sampai di sekolah sebelum guru-guru lainnya datang. Jalanan mulai padat. Motor, angkot, bus sekolah, dan mobil mulai merayap. Rute ke sekolah selalu padat.

Sepuluh menit kemudian di depan sekolah di bilangan Slipi Jaya, kesibukan makin menyeruak. Jalanan macet. Anak-anak sekolah mulai berdatangan. Para pengantar menurunkan anak-anak tak lagi di bibir  jalan. Di pinggir sudah penuh. Terpaksa mereka diturunkan agak ke tengah. Lalu lintas pun berhenti.

Saya berhenti agak jauh dari gerbang sekolah. Ibu Rizki turun. Setelah cium tangan, eh ini bedanya tukang ojek VIP dengan yang bukan VIP. Penumpang ojek VIP selalu cium tangan jika sudah sampai tujuan hehe.

Si Rossi pun segera bergegas menderum ke arah pulang.

***

Pagi ini kesibukan Jakarta  seperti menyibak catatan harian tahun 2019 ketika Corona belum tiba.  Ketika itu, tamu Corona seperti tak tertakdirkan hadir bersama keluarga di rumah.

Presiden hingga pejabat kementerian juga tak berpikir Corona benar-benar menjadi tamu istimewa. Bahkan sangat istimewa yang minta  perhatian 24 jam nonstop di seluruh tanah air.

Tamu super istimewa ini  minta perlakuan sangat khusus. Perlu alokasi anggaran hingga merogoh kocek negara  ratusan triliun. Tahun 2020, sang tamu merogoh kantong APBN  hingga Rp575 triliun. Tahun berikutnya ludes lagi  Rp326,7 triliun dari Rp699,4 triliun yang dianggarkan. Jumlah itu  sempat dikoreksi naik menjadi Rp744,75 triliun.  Bujet anggaran penanggulangan kesehatan dialokasikan sebesar Rp214,95 triliun. Tahun 2022 ini, pos anggaran   dipatok Rp414 triliun.

Selain untuk penanggulangan ekonomi nasional, anggaran  ratusan triliun ini juga fokus untuk beli alkes, obat, dan kesibukan mengurus jenazah dan 4 juta lebih warga yang terserang virus.

Sang tamu Corona tak hanya merangsek ke kantong  APBN tapi juga APBD. Ribuan triliun rupiah dikeluarkan untuk “melayani” sang tamu bernama Corona ini.

Pagi ini, Jakarta seperti telah kembali. Corona sudah mulai pamit. Kesibukan warga Jakarta kembali normal. Nyaris 100% anak sekolah wajib masuk ke sekolah hari ini.

Tapi, Presiden  dan Gubernur DKI memang tak langsung mengantarnya pulang. Beberapa kali keduanya masih berpesan: Corona masih ada. Anak bungsu, si Delta mungkin sudah pergi tapi anak lanang Omicron sudah datang.  Mereka diinapkan di Wisma Atlet.

Saya kadang ragu mengapa Omicron diinapkan di Wisma Atlet. Saya khawatir ia bersama timnya segera bertanding. Tinggal menunggu jadwal pertandingannya. Mohon maaf saya tidak akan membeli tiket pertandingannya…Wes kapok  pernah ikut si Delta. Hehe…. (Habe Arifin)