SURABAYA | ripost.id – Dalam memperbaiki sepak bola tanah air, ada beberapa catatan yang disampaikan Sosiolog, Dr. Imam B Prasodjo, M.A., dan Pakar Pendidikan Karakter dalam Sarasehan Ilmu Keolahragaan di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pada Selasa, 18 Oktober 2022.

Dia menyampaikan, olahraga harus dipahami sebagai healthy lifestyle atau gaya hidup sehat dan sebagai prestasi yang mengacu pada kompetisi. Nah, mengenai prestasi tidak hanya perkara menang dan kalah, tetapi yang perlu ditekankan yaitu untuk menumbuhkan sportivitas.

Sportivitas jadi Kunci

“Tujuan olahraga yang pertama itu untuk sehat secara fisik, tetapi jangan sampai lupa bahwa intinya itu adalah tumbuhnya kesehatan jiwa atau sportivitas. Jadi, secara nasional yang dituju adalah seberapa jauh kita mampu membangun peradaban,” bebernya.

Sportivitas ini harus dijiwai oleh seluruh stakeholder, baik itu pemain dan wasit di atas lapangan hingga para suporter dan penyelenggara pertandingan. Penyelenggara jika tidak menyelenggarakan pertandingan secara profesional bisa mempengaruhi secara keseluruhan aspek pertandingan itu sendiri.

“Konsep membangun jiwa dan raga, jiwa selalu yang pertama. Ini yang harus diperjelas dan dipahami bersama,” tandasnya.

Kalau tujuan itu jelas, baru bicara manajemen tentang pelaku pertandingan mulai dari pemain, wasit, pelatih sampai suporternya. Selain itu juga manajemen keamanan dan ketertiban. Manajemen harus terintegrasi secara keseluruhan.

Integrated Management System

Belajar dari kasus Kanjuruhan, manajemen penonton harus jelas dan detail seperti ada pengaturan tempat duduk, anak-anak, ibu-ibu atau kelompok usia rentan tidak bercampur dengan kelompok anak-anak muda yang jiwa dan mobilitasnya tinggi. Kemudian perlu manajemen penggerak penonton atau advokatornya dan manajemen infrastruktur.

Secara holistik, sepak bola damai saling kait mengait, bagaimana petugas keamanan profesional atau terlatih menghadapi kerumunan kelompok pencari hiburan seperti suporter. Ini tidak bisa disamakan dengan penanganan massa aksi demonstrasi.

“Manajemen memang sudah ada, tetapi tidak integrated dan tidak ada jiwa sportivitas yang ditumbuhkan. Jika ini tidak diperhatikan, bakal menjadi bencana dan sepak bola menjadi event yang menakutkan,” tandasnya.

Terkait dengan suporter yang tidak tertib dan diberikan sanksi misalnya, menurut Imam itu bisa saja dilakukan, tetapi perlu diingat bahwa kesadaran tidak tumbuh hanya karena sanksi. Tertib dan disiplin tidak bisa sekejap.

“Kolektif behavior atau kolektif mentality paling ada tiga sifat yang bisa diperhatikan, deindividualisasi yaitu ketika berada di suatu kelompok kita akan hilang kedirian dan masuk ke identitas kelompok. Norma individu menjadi hilang. Kita menjadi berani melanggar, karena kelompok kita melanggar. Kedua, gampang ikut-ikutan dan meniru serta mudah diperintah,” bebernya.

“Karena itu harus pakai pendekatan yang terintegrasi, termasuk manajemen infrastruktur semuanya. Saya membayangkan ini suatu upaya membangun integrated management system untuk membangun kultur sepak bola tanah air yang berkualitas ke depan,” tambahnya.

Karakter Bangsa dan Olahraga

Sementara itu, Prof. Muchlas Samani, Tokoh Pendidikan Karakter UNESA dalam kultur sepak bola Indonesia, ada aspek-aspek yang tidak seimbang. Contohnya, semangat untuk menang terlalu tinggi sehingga tidak dibarengi dengan semangat menghargai lawan. Siap memang, tetapi tidak siap kalah. Aspek ini merembes ke sikap dan tindakan suporter atau penonton.

Selain itu juga, terlalu semangat untuk menang dan tidak siap menerima kekalahan. Belajar dari Kanjuruhan, lanjutnya, diperlukan pembinaan karakter tidak hanya kepada pemain tetapi juga penonton.

Olahraga bisa menjadi jalan untuk membangun karakter bangsa. Karakter itu mesti lewat dua cara, pembiasaan (habituasi) dan kultur. “Di dalam kultur harus ada contoh atau tauladan dan ini penting sekali. Perlu ada tauladan, termasuk dari masing-masing koordinator suporter itu sendiri,” tutupnya.

Sarasehan Ilmu Keolahragaan ini menghadirkan sejumlah pihak mulai Prof. Dr. Agus Kristiyanto, M.Pd., dari Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (Apkori), Ahmad Riyadh Ketua PSSI Jatim, Dr. Imam B Prasodjo selaku Sosiolog, Tokoh Pendidikan Karakter Prof Muchlas Samani dan Koordinator Suporter, Ignatius Indro. Pembicara ditemani Isa Ansori sebagai moderator.

Selain itu juga dihadiri Ketua KONI Jatim Muhammad Nabil dan jajarannya, Dispora Jatim, jajaran TNI dan Polri, dosen dan praktisi olahraga, mahasiswa dan sejumlah pihak lainnya. rps